Teater RaMu
Jika Saya Hanyalah Aku, Maka Kami Adalah Ramu, Meremu Etika dan Estetika Menjadi Satu Ramuan Cinta.
Sabtu, 01 Februari 2014
Yang Harus Tercatat Dalam Buku Sejarah Teater Lamongan
Catatan yang masih tersisa
MALAM ANUGERAH TEATER RAMU SMA RAUDHATUL MUTA’ALIMIN
Oleh: Rodli TL.
Yang Harus Tercatat Dalam Buku Sejarah Teater Lamongan
Sebulan yang lalu, tepatnya pada 19 desember 2013, Seharian penuh kita disuguhi beberapa kreatifitas anak-anak SMP/MTs Se-Jawa Timur di atas panggung teater proscenium. Malamnya menjadi malam penantian bagi para pelaku teater. Malam itu adalah malam penganugerahan. Bukan lantaran acara pemberian penghargaan pada kelompok-kelompok teater yang lebih menarik, namun 3 pementasan dari dua kelompok teater pelajar paling produktif dari dua kota yaitu Teater Drinding dari Gresik dan Teater Timur Tengah dari Lamongan, sekligus ditutup dengan pentas Jokasmo yang dimainkan aktor kawakan Mbah Toher. Sungguh peristiwa yang suip tenan di wilayah Lamongan.
Teater Drinding dengan lakon Negeri Durjanasia, sebuah pementasan satire pada negeri kita yang dimainkan dua actor utama yang kemampuan aktingnya di atas rata-arat. Durjanasia adalah nama negeri yang semua tindakan, kreatifitas, dan usaha apapun akan berjalan lancar bila melalui proses awal yaitu suap. Pimpinan Negeri Durjanasia akan merasa tersinggung bila ia dipuji menjadi pimpinan yang baik. Negeri Durjanasia lebih bangga bahwa negerinya dijuluki dengan negeri yang suka dengan kelaliman. Sungguh komedi satire yang menggelitik. Kita sebagai penonton seringkali tertawa, tapi sebenarnya menertawai diri sendiri. Hehehehehe, kalau diaktingkan gitu seperti tertawanya gadis di tengah keramaian, merundukkan kepala sambil menutup mulutnya dengan kerudung, hehehehehe.
Teater Timur Tengah, dengan Lakon yang sangat misterius tapi sebenarnya juga blak-blakan. Seonggok Mayat Di Tepi Jalan. Benang merah dari pertunjukan ini adalah tokoh lelana atau musafir. Secara implicit tokoh itu melakukan perjalanan untuk mencari Tuhan. Di tengah perjalanan, ia seringkali menemukan keganjilan-keganjilan. Pemilik gubug yang marah-marah, dua orang perempuan yang berniat membuang janin bayinya dan seonggok mayat yang dibiarkan pegitu saja di tengah jalan. Ia mempertanyakan harkat manusiawi mereka untuk hidup dengan kasih-sayang, karena itu adalah anugerah yang paling berharga diberikan Tuhan pada manusia. Namun semuanya tertawa sinis, bahkan mengatakan tidak ada Tuhan dalam hidup mereka. Sungguh pertunjukan yang nilai pesannya sangat ciamik, luar biasa.
Mbah Toher dengan Jokasmo, sebuah pertunjukan diangkat dari naskah yang cukup berat dimainkan dan ditonton. Jokasmo adalah karya pertunjukan yang diangkat dari naskah Nyanyian Angsa karya Anton Chekov. Banyak kelompok-kelompok teater yang seringkali memainkannya, namun lantaran mereka kurang mengakrabinya, sehingga pertunjukan itu sangat berjarak dengan emosi penonton. Jenuh, hehehehe.
Lain bagi mbah Toher, ia adalah seorang aktor yang berangkat dari teater tradisi, srimulat dan ludruk. Bagi dia harga mati sebuah pertunjukan untuk senantiasa dekat dengan penontonnya. Hal tersebut nampak dalam pemunculan kidungan, juga pari’annya yang bagi Ludruk itu adalah untuk menyapa penonton, agar suasana menjadi akrab dengan lakon yang akan dimainkan actor. Kidungan itu berisi hal-hal yang baru saja dialami penonton. Setelah penonton sudah terlibat akrab, mbah Toher mulai menggiring pada lakon yang dimainkannya. Woh,,,usia boleh lanjut tapi energy mbah Toher memainkan Tokoh Jokasmo jauh lebih mudah dari usianya, monolo-monolognya dimainkan dengan kecepatan yang tinggi dan sangat lancar, kadang-kadang turun menukik dengan berbisik tapi desahannya masih terdengar jelas terdengar di bagian penonton paling belakang. Monolog mbah Toher sungguh sangat renyah dan enak ditonton.
Mbah Toher memonologkan Jokasmo sangat beralasan, Naskah nyanyian angsa menjadi Jokasmo sangat terasa suasana kesepiannya orang-orang panggung ketika sendiri. Jokasmo adalah aktor yang diidolahi banyak perempuan, namun akhirnya tidak ada satupun perempuan yang mau dinikahi dengan berbagai alasan. Jokasmo menyimpulkan bahwa selama ini yang ia dapat dari panggung hanya tepuk tangan,,,,,,,haduh sedih sekali, hehehehehe….
Lampu gelap, para penonton berdiri bertepuk tangan haru,,,,,, sedih bercampur senang……. Hidup mbah Toher, hidup mbah Toher, hehehehehe…..
Begitulah perhelatan teater yang diselenggarakan oleh Teater Ramu, sebuah kelompok teater yang sangat didukung Kepalas Sekolah Drs. Syaiful Ulum, MM., Wakasis dan seluruh dewan guru SMA Raudlatul Muta’alimin., juga atas jeri-payahnya cak Achmad Shodiq. Teater Ramu juga telah memproduksi banyak karya, diantaranya adalah Gambar-gambar Kesepian, Rasakan yang diproduksi 2012, Do’a Dari Taman Surga, Sutradaraku Tuhan, Wani Piro, Ibu Yang Anaknya Diculik Itu, Dan Disaster yang diproduksi tahun 2013. Sungguh patut tercatat dalam buku sejarah teater Lamongan, sebuah komunitas teater yang berdiri sejak 27 September 2012 ini…. Suiiiiiip.,,,hehehehehe.
Lamongan, 18 Januari 2014
Langganan:
Postingan (Atom)